Wacana adalah pernyataan atau rangkaian pernyataan lisan atau tertulis yang mengandung makna dan konteks. Wacana merupakan salah satu bentuk komunikasi verbal. Pada pembahasan ini, akan dijelaskan mengenai hakikat wacana, mulai dari konsep, jenis, persoalan, dan kaitannya.
A. Konsep Wacana
Kata wacana merupakan salah satu kata yang biasa disebut dengan demokrasi, hak asasi manusia, dan lingkungan hidup. Seperti halnya banyak kata yang digunakan, terkadang pengguna bahasa tidak mengetahui arti dari kata yang digunakannya. Beberapa orang menafsirkan ucapan sebagai unit bahasa yang lebih besar daripada kalimat. Yang lain menafsirkannya sebagai percakapan. Istilah wacana juga banyak digunakan oleh banyak kelompok dalam studi bahasa, psikologi, sosiologi, ilmu politik, studi komunikasi, sastra, dan banyak lainnya.
Wacana merupakan salah satu bentuk komunikasi verbal. Dilihat dari bentuk penggunaan bahasanya, wacana dibedakan menjadi dua jenis, yaitu wacana lisan dan wacana tulis. Wacana lisan (speech) adalah bentuk komunikasi lisan yang melibatkan pembaca dan pendengar, sedangkan wacana tertulis (text) adalah bentuk komunikasi tertulis yang melibatkan penulis dan pembaca. Kegiatan penyapa (penutur/penulis) bersifat produktif, ekspresif, dan kreatif, sedangkan kegiatan pesapa (pendengar/pembaca) bersifat reseptif. Aktivitas di dalam diri penerima bersifat internal, sedangkan hubungan antara penyambut dan penerima bersifat interpersonal (Sudaryat, 2009: 106).
Wacana dapat diimplementasikan dalam bentuk prosa lengkap (novel, buku, seri ensiklopedia, dll) atau dalam bentuk prosa persuasif (persuasi), seperti iklan. Menurut Tarigan (1993: 23), istilah wacana tidak hanya mencakup pembicaraan atau obrolan, tetapi juga berbicara di depan umum, menulis, dan pekerjaan formal seperti laporan ilmiah dan sandiwara atau teater.
Menurut Stubbs (dalam Tarigan, 1993: 25), wacana adalah organisasi bahasa di atas kalimat atau klausa. Dengan kata lain, satuan bahasa yang lebih besar dari kalimat/alasan seperti komunikasi percakapan atau teks tertulis disebut wacana. Singkatnya, yang disebut teks wacana adalah kalimat wacana (discourse). Menurut Doso (dalam Tarigan, 1993: 25), wacana adalah seperangkat preposisi yang saling terkait yang menciptakan semacam kohesi atau kepaduan bagi pendengar atau pembaca.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep wacana adalah pernyataan atau rangkaian pernyataan lisan atau tertulis yang mengandung makna dan konteks.
B. Jenis-Jenis Wacana
Pada pembahasan sebelumnya, kita sudah mengetahui bahwa konsep wacana adalah pernyataan atau rangkaian pernyataan lisan atau tertulis yang mengandung makna dan konteks. Ternyata, wacana juga mempunyai beberapa jenis. Berdasarkan bentuk atau jenisnya, wacana dibedakan menjadi empat kategori, yaitu:
1. Wacana Naratif
Wacana naratif adalah wacana yang didasarkan oleh karangan atau cerita naratif. Naratif atau narasi adalah cerita yang didasarkan pada serangkaian peristiwa atau kejadian. Narasi dapat berbentuk narasi ekspositori dan imajinatif, serta unsur-unsur penting dalam sebuah narasi, yaitu peristiwa, karakter, konflik, alur/plot, dan latar yang terdiri dari waktu, tempat, dan suasana.
2. Wacana Deskriptif
Wacana deskripsi adalah wacana yang berusaha untuk menggambarkan suatu objek berdasarkan pengamatan, perasaan, dan pengalaman penulis. Dilihat dari sifat objeknya, wacana deskripsi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu deskripsi imajiner/impresionis dan deskripsi faktual/ilustratif.
3. Wacana Eksposisi
Wacana eksposisi merupakan wacana yang menggambarkan atau menjelaskan (memaparkan) sesuatu secara rinci dengan tujuan memberikan informasi dan memperluas pengetahuan kepada pembaca. Karangan eksposisi sering digunakan dalam karya ilmiah seperti artikel ilmiah, makalah seminar, simposium, atau penataran
4. Wacana Argumentatif
Wacana argumentatif adalah karangan yang berisi tentang pendapat, sikap, atau penilaian terhadap sesuatu, disertai alasan, bukti, dan pernyataan yang logis. Tujuan dari esai argumentatif adalah untuk mencoba meyakinkan pembaca tentang kebenaran sudut pandang penulis. Bentuknya berupa bukti, fakta atau pernyataan, pendukung, pengembangan kerangka tesis, dan pengembangan kerangka ke dalam tesis. Pengembangan kerangka karangan argumentatif dapat dimodelkan dari segi sebab-akibat, akibat-sebab, atau pertanyaan.
Menurut Leech (1974, dalam Kushartanti dan Lauder, 2008: 91) tentang fungsi bahasa, wacana dapat dibagi menjadi beberapa kategori berikut. Pertama, wacana ekspresif, yaitu jika wacana tersebut berasal dari pemikiran pembicara atau penulis sebagai sarana ekspresi, seperti wacana verbal. Kedua, wacana verbal, jika wacana tersebut berasal dari saluran yang memfasilitasi komunikasi, seperti kata pengantar di sebuah pesta. Ketiga, wacana informasional, jika wacana tersebut bersumber dari berita atau informasi, seperti wacana berita di media massa. Keempat, wacana estetis, jika wacana tersebut berasal dari pesan yang menekankan keindahan informasi, seperti puisi, lagu, dan wacana lainnya. Kelima, tuturan indikatif, jika tuturan itu ditujukan pada suatu tindakan atau reaksi mitra tutur atau pembaca, seperti tuturan khotbah.
C. Aspek-Aspek dan Persoalan Wacana
Wacana yang utuh adalah wacana yang lengkap, yaitu yang mengandung aspek-aspek yang terpadu dan menyatu. Aspek-aspek yang dimaksud antara lain, kohesi, koherensi, topik wacana, aspek leksikal, aspek gramatikal, aspek fonologis, dan aspek semantis. Dari aspek aspek tersebut kemudian diklasifikasikan ke dalam dua unsur yaitu kohesi dan koherensi. Kohesi adalah hubungan antara proposisi yang diartikulasikan oleh unsur gramatikal dan semantik dalam kalimat yang membentuk wacana. Kohesi adalah aspek formal tata bahasa, terutama dalam organisasi sintaksis kalimat, untuk menghasilkan pidato yang lengkap. Sedangkan koherensi adalah keterpaduan antara unit-unit linguistik dalam teks atau ucapan. Koherensi juga berarti hubungan semantik antar kalimat atau antar bagian ujaran, yang keberadaannya membantu membangun koherensi antar bagian dalam teks atau ujaran.
Agar sebuah wacana dapat tersampaikan dengan baik, perlu diperhatikan lima aspek yaitu tujuan, materi, sistematika, media, dan format. Pertama, tujuan. Semua berawal dari niat. Pemilik pesan terlebih dahulu perlu menentukan tujuan wacana, yaitu apa yang ingin disampaikan (tema) dan siapa yang ingin disampaikan (audiens). Kedua hal ini perlu diselaraskan. Topik yang sama dapat dikomunikasikan kepada audiens yang berbeda (pendengar atau pembaca) dengan cara yang berbeda. Kedua, setelah topik dan audiens ditentukan, bahan-bahan yang diperlukan harus dikumpulkan. Pengumpulan bahan dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu membaca, survei, wawancara, dan observasi. Ketiga, materi yang terkumpul menjadi dasar penyusunan wacana yang sistematis. Sistematika penyajian wacana pada dasarnya terdiri dari tiga bagian: awal, isi, dan akhir. Keempat, dengan kerja sama berbagai media, transmisi wacana lisan melalui suara dan wacana tertulis melalui teks menjadi lebih kaya. Kelima, perlu diatur format berbagai media penyampaian, agar wacana dapat tersusun secara serasi dan lebih mudah diterima. Dalam ucapan lisan, sinyal nonverbal dapat memperkuat, melemahkan, atau menggantikan kata-kata.
D. Kaitan Wacana untuk Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Analisis wacana tampaknya memegang peranan penting dalam proses pembelajaran bahasa, terutama dalam hal keterampilan produktif, yaitu keterampilan berbicara dan menulis (Wahab, 1991: 136). Dalam menulis, kita akrab dengan kesatuan dan koherensi dalam paragraf dan keseluruhan esai.
Tujuan utama membagi karangan lengkap menjadi paragraf adalah untuk memisahkan dan menekankan tahapan berpikir, serta menunjukkan peralihan dari satu gagasan ke gagasan lain yang masih erat kaitannya dengan gagasan utama yang lebih besar. Namun, tujuan ini tidak boleh terhambat oleh kurangnya integritas dan koherensi. Persyaratan kelengkapan dalam retorika sebenarnya sesuai dengan prinsip regionalitas dan analogi dalam analisis wacana. Suatu paragraf dapat dikatakan menyatu, hanya rincian paragraf yang berhubungan dengan suatu topik. Misalnya, setelah pikiran pendengar atau pembaca siap untuk detail tentang topik A, pembaca akan bingung jika detail tentang topik B atau topik C dimasukkan ke dalam paragraf tanpa peringatan.
Penulis yang telah menguasai prinsip-prinsip retorika dan dasar-dasar analisis wacana akan secara sadar mempertimbangkan keutuhan isi yang disajikan kepada pembaca. Kesadaran ini akan mengingatkan penulis setidaknya dua syarat untuk menulis paragraf penuh. Dua syarat kelengkapan tersebut adalah adanya kalimat topik dalam setiap paragraf dan pengecualian materi atau detail yang tidak relevan dengan kalimat topik. Dengan demikian, hubungan antara satu gagasan dengan gagasan lainnya dapat dilihat pada simbol-simbol kebahasaan yang digunakan untuk menghubungkan butir-butir pikiran. Pentingnya peran analisis wacana dalam pembelajaran keterampilan berbahasa (kognitif dan produktif) juga diperkuat oleh aspek praktis yang disebut teori sugesti, yang diperkenalkan oleh HP Grice (1975), yang menggunakan teori yang berhubungan dengan bahasa. Ada seperangkat asumsi yang memandu perilaku bicara manusia, katanya.
E. Daftar Referensi
- Alwi et al. (1998). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
- Eriyanto. (2001). Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS.
- Keraf, Gorys. (2004). Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- Schiffrin, Deborah. (1994). Approaches to Discourse. Cambridge: Blackwell Publisher.
- Sudaryat, Yayat. (2009). Makna dalam Wacana (Prinsip-prinsip Semantik dan Pragmatik). Bandung: Yrama Widya.
- Soeparno. (1993). Dasar-Dasar Linguistik. Yogyakarta: Mitra Gama Widya.
- Tarigan. (1993). Berbicara sebagai suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Badudu.