Tes bahasa merupakan bagian dari keseluruhan pelaksanaan pembelajaran bahasa, terutama bagian ketiga yaitu evaluasi hasil belajar. Dalam hal ini pengujian bahasa memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan komponen lain dalam pelaksanaan pembelajaran bahasa (terutama komponen pembelajaran dasar yaitu kegiatan pembelajaran).
A. Konsep Dasar Tes Kebahasaan
Menurut Djiwandono (2008: 12), tes kebahasaan adalah alat atau program yang dapat digunakan untuk menilai kemampuan berbahasa secara umum dengan mengukur kemampuan berbahasa (yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis). Pengujian bahasa adalah bagian dari ilmu linguistik. Penelitian pengujian bahasa dapat bersifat umum, seperti diskusi bahasa dalam linguistik umum, yang membahas masalah-masalah umum seperti latar belakang dan tujuan penelitian bahasa. Penelitian bahasa juga dapat berupa penelitian ilmiah, teoretis, dan rincian, seperti penelitian yang dilakukan dalam linguistik murni atau linguistik teoritis, yang memperkenalkan seluk beluk tata bahasa transformasional, atau aspek-aspek tertentu dari bahasa, seperti penelitian semantik dari perspektif psikologi, psikolinguistik, dan aspek lainnya.
Tes ini dirancang untuk mengukur seberapa banyak siswa yang telah menguasai bahasa yang mereka pelajari.
- Penguasaan yang pertama adalah teori, yaitu tentang bahasa itu sendiri, ini adalah sistem diskret yang digunakan untuk mempelajari bahasa, melawan linguistik, tetapi penerapannya dalam komunikasi kita.
- Menguasai bahasa kedua itu praktis, artinya siswa dapat berkomunikasi dengan bahasa yang mereka pelajari.
Tes bahasa dirancang untuk mengukur kompetensi komunikatif siswa. Dalam hal ini kompetensi komunikatif bahasa target siswa tidak harus (tidak hanya) dalam bentuk tes akhir atau tes ringkasan, tetapi apa saja manfaat selama proses pembelajaran masih berlangsung.
B. Komponen atau Model Soal Tes Kebahasaan
Komponen tes kebahasaan meliputi (1) kompetensi kebahasaan, (2) keterampilan berbahasa, dan (3) kesusastraan. Masing-masing tes tersebut saling berkaitan antara satu sama lain, berikut merupakan uraiannya.
1. Tes Kompetensi Kebahasaan
Kemampuan bahasa seseorang berkaitan dengan pengetahuan tentang sistem bahasa, struktur bahasa, kosakata atau semua aspek dan cara aspek-aspek tersebut (Brown, 1987: 27—28). Berdasarkan kemampuan bahasanya, seseorang akan dapat membedakan antara “bahasa” dan “non-verbal”’. Artinya ia akan mampu membedakan, misalnya bunyi bahasa bermakna yang memiliki bunyi non verbal, struktur kalimat gramatikal, dan dapat diterima oleh siswa; orang dengan struktur non gramatikal (non verbal) atau bahasa ibu yang tidak dapat diterima, dll. Tes kemampuan bahasa secara kasar dapat dibagi menjadi tes struktural dan tes kosakata (tanpa mengabaikan sistem fonetik). Struktur dan kosakata adalah dua aspek penting dari bahasa yang sangat penting untuk dikuasai, karena semua perilaku bahasa pada dasarnya adalah operasi dari kedua aspek tersebut. Syarat kegiatan bahasa adalah menguasai struktur dan kosakata.
- Tes struktur tata bahasa. Tes ini terkait dengan kegiatan bahasa program. Tata bahasa kalimat sebenarnya menentukan apakah narasi itu bermakna, karena narasi itu bermakna, begitu pula sebaliknya. Ditolak karena tidak bisa menyampaikan tujuan tertentu secara akurat.
- Tes kosakata. Kosakata dalam suatu bahasa biasanya sangat banyak, tetapi hanya sebagian dari kosakata tersebut yang digunakan secara aktif dalam kegiatan komunikasi, sedangkan kosakata lainnya jarang digunakan. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa kosakata terbagi menjadi kosakata aktif dan pasif, yang mencerminkan tingkat kesulitan kosakata tersebut. Untuk dapat melakukan kegiatan komunikasi dengan bahasa tersebut, maka diperlukan penguasaan kosakata yang sesuai.
2. Tes Kemampuan Berbahasa
Pengujian bahasa adalah bagian dari ilmu linguistik. Penelitian pengujian bahasa dapat bersifat umum, seperti diskusi bahasa dalam linguistik umum, yang membahas masalah-masalah umum seperti latar belakang dan tujuan penelitian bahasa. Aktivitas bahasa adalah tindakan menggunakan bahasa nyata untuk tujuan komunikasi. Keterampilan bahasa dibedakan menjadi dua jenis: pemahaman (pemahaman) dan penggunaan (produksi), setiap kelompok memiliki kemampuan menerima dan memproduksi. Penerimaan adalah proses decoding, proses mencoba memahami apa yang dikatakan orang lain. Sebaliknya, produktivitas adalah proses pengkodean, proses mengomunikasikan pikiran atau perasaan.
- Tes kemampuan reseptif. Kemampuan reseptif mencakup dua hal, yaitu keterampilan membaca dan keterampilan menyimak. Dalam kondisi demikian, membaca adalah kegiatan memahami konteks asing melalui sarana bahasa, kegiatan membaca dalam arti bahasa disampaikan dalam bentuk tertulis, tetapi pendengarannya disampaikan secara lisan dalam bentuk simbol bunyi. Jika Anda perlu memahami sistem ejaan dalam kegiatan membaca, mendengarkan harus memiliki kemampuan untuk memahami sistem tata suara bahasa tersebut. Tes penerimaan biasanya sangat menuntut siswa untuk memahami secara kritis informasi yang disampaikan dalam wacana tertentu.
- Tes kemampuan produktif. Kemampuan produktif meliputi dua keterampilan bahasa, yaitu keterampilan menulis dan keterampilan berbicara. Keterampilan menulis merupakan salah satu bentuk komunikasi tidak langsung, bukan pertemuan dengan orang lain secara langsung. Menulis adalah kegiatan yang produktif dan ekspresif. Faktanya, menulis adalah keterampilan yang bisa lebih sulit untuk berbicara daripada keterampilan bahasa lainnya (misalnya, mendengarkan, berbicara, membaca). Dalam proses penulisan perlu memperhatikan struktur yang berkaitan dengan unsur penulisan agar pembaca dapat memahami informasi yang ingin penulis sampaikan. Oleh karena itu, penulis harus benar-benar menggunakan struktur artikel dengan benar, seperti kata, kalimat, paragraf, dll. Keterampilan berbicara adalah kegiatan yang menghasilkan bahasa dan mengomunikasikan pikiran secara lisan. Kefasihan lisan, konsistensi bahasa dan kejernihan pikiran sering diuji (dievaluasi).
3. Tes Kesusastraan
Tes ini meliputi dua aspek, yaitu tes kemampuan dan tes unjuk kerja. Tes pengetahuan sastra dibagi menjadi tes pengetahuan sastra dan tes kemampuan apresiasi sastra. Pentingnya pengetahuan sastra adalah alat, sehingga tes pengetahuan sastra tidak boleh digunakan sebagai alat. Tes sastra harus mengutamakan kemampuan siswa dalam mengapresiasi karya sastra, dan terkait langsung dengan karya sastra. Tes apresiasi akan mendukung terwujudnya tujuan pengajaran dalam apresiasi sastra.
C. Pendekatan dalam Tes Kebahasaan
Secara umum, sudut pandang atau pendekatan bahasa menentukan bagaimana pembelajaran bahasa dilakukan dan meletakkan fondasinya, sedangkan pembelajaran bahasa organisasi menentukan tes bahasa mana yang dilakukan. Dengan kata lain, metode bahasa menentukan metode pembelajaran bahasa, dan metode pembelajaran bahasa menentukan metode manajemen ujian. Dalam penelitian bahasa, diketahui bahwa sudut pandang dan elemen yang berbeda dianggap penting oleh para ahli yang berbeda atau pada tahap perkembangan ilmiah yang berbeda.
Perbedaan sudut pandang tersebut dapat diidentifikasi, dan keberadaannya dapat ditelusuri dalam berbagai cabang penelitian bahasa (termasuk pengujian bahasa) dalam berbagai bentuk. Djiwandono (2008), yang membagi lima jenis metode pengujian bahasa menjadi: (1) metode tradisional, (2) metode diskret, (3) metode terintegrasi, (4) metode pragmatis, dan (5) metode komunikatif. Berikut lima metode pengujian bahasa tersebut.
1. Pendekatan Tradisional
Pendekatan tradisional untuk pengujian bahasa terkait dengan bentuk pembelajaran bahasa tradisional (konvensional), yang banyak digunakan pada saat pembelajaran tidak mencukupi, pengembangan, dan penerapannya didasarkan pada studi yang sesuai tentang rahasia bahasa. Dalam pendekatan tradisional, pembelajaran bahasa hanya berlangsung untuk kebutuhan terbatas tertentu seperti; berkomunikasi secara lisan terbatas dan memiliki penekanan pada tata bahasa. Banyak dari mereka hanya menekankan kemampuan menerjemahkan dari satu bahasa ke bahasa lain. Pelaksanaan tes dalam operasi pembelajaran tradisional juga berlangsung secara tradisional tanpa menggunakan teori bahasa tertentu sebagai dasar.
Saat menyelenggarakan tes bahasa dengan menggunakan pendekatan tradisional ini, tidak ada tanda yang jelas atau standar tentang jenis keterampilan bahasa yang akan ditargetkan, bagaimana melakukan tes, atau bahkan bagaimana kinerja siswa dinilai. Itu semua tergantung pada penyusun dan penyelenggara tes. Terkadang tes bahasa terdiri dari menerjemahkan teks yang ditulis dalam bahasa yang diuji ke dalam bahasa pertama. Oleh karena itu, pendekatan tradisional sering disebut sebagai pendekatan penerjemahan. Dalam pendekatan ini, pelaksanaan tes bahasa dicirikan oleh berbagai bentuk subjektivitas dalam pemilihan keterampilan berbahasa, pemilihan dan penentuan materi dan isi ujian, serta metode penilaian calon. Oleh karena itu, pendekatan pengujian bahasa ini sering disebut sebagai tes bahasa pra-ilmiah.
2. Pendekatan Diskret
Dari sudut pandang linguistik struktural, bahasa dipahami sebagai sesuatu yang terstruktur rapi seperti bangunan buatan manusia. Dalam pendekatan bahasa terstruktur ini, wacana sebagai bentuk penggunaan bahasa yang luas dipahami sebagai sesuatu yang tersusun dan tersusun dari wacana-wacana yang lebih kecil dalam bentuk paragraf dan kalimat. Kalimat dipahami terdiri dari frasa. Frasa terdiri dari kata-kata katak. Kata-kata terdiri dari suku kata. Suku kata terdiri dari morfem. Morfemnya terdiri dari allomorph. Allomorph terdiri dari fonem, dan seterusnya. Singkatnya, menurut sudut pandang struktural, setiap bagian bahasa dapat dipecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil. Begitu juga dengan berbagai aspek bahasa (grammar).
Dalam penelitian linguistik struktural, bahasa dalam tes bahasa diskret dipahami sebagai sesuatu yang terstruktur dan tersusun dari bagian-bagian yang bersama-sama membentuk satu kesatuan yang disebut bahasa. Bagian terkecil dari bahasa dapat diidentifikasi secara terpisah atau secara diam-diam, baik saat menerapkan pembelajaran maupun saat melakukan tes diskret (pengujian titik diskriminan). Dalam tes pendekatan diskret, satu item tes dimaksudkan untuk mengukur hanya satu item dari komponen bahasa. Tes bahasa diskret terdiri dari elemen tes, terlepas dari konteksnya, menugaskan peserta tes untuk membedakan satu suara linguistik dari yang lain (misalnya konsonan δ dan ė), mengucapkan satu suara linguistik tertentu (misalnya vokal æ dan å), menyatakan sebaliknya kata tertentu (menang atau kalah), bentuk jamak dari kata benda (bentuk jamak dari rumah adalah rumah-rumah), dan seterusnya.
Saat ini, metode diskret tidak banyak digunakan dalam manajemen ujian, terutama karena validitas dan tingkat kepraktisan serta permintaan yang dibahas. Calon guru bahasa khususnya bahasa asing masih dapat memahami dan mengetahui penerapan pengujian bahasa berbasis metode diskret ini melalui berbagai bentuk pembelajaran bahasa. Metode diskret ini diterapkan atas dasar konvensional dari empat aspek bahasa (mendengarkan, membaca, menulis, berbicara) dan empat komponen bahasa (suara bahasa, struktur bahasa, kosakata dan kefasihan bahasa).
3. Pendekatan Terintegrasi
Pendekatan integrasi lebih sesuai dengan kebutuhan yang sebenarnya. Dalam persyaratan ini, kemampuan bahasa dan elemen biasanya tidak ditangani secara terpisah. Dalam penggunaan bahasa sebenarnya, kemampuan dan elemen bahasa digunakan dalam tuturan, yang merupakan kombinasi dari beberapa jenis kemampuan atau elemen bahasa. Jika dalam pendekatan diskret bahasa tampaknya dipecah menjadi bagian-bagian kecil hingga ke bagian terkecil, maka pendekatan terintegrasi dapat dilihat sebagai pemersatu bagian-bagian agar lebih lengkap. Tingkat penyelesaian penggabungan bergantung pada seberapa banyak komponen kemahiran dan bahasa perlu digabungkan untuk menjawab item tes yang dikelola.
Item tes kosakata, seperti “x bagus …”. (baca: kebalikan dari kebaikan adalah…) Sifatnya terpisah karena penggunaannya lebih longgar. Jika pernyataan yang sama dimasukkan dalam kalimat “Orang itu sangat ramah, dan saudaranya…”, item tes diskret asli akan tetap utuh karena penggunaannya dalam kombinasi dengan elemen bahasa lain. Dalam hal ini, kita tidak hanya dapat menemukan kemampuan untuk menemukan jawaban berupa kata “jahat” dengan memahami kosakata baik dan jahat. Hal ini mencerminkan bahwa kemampuan menjawab soal tes tersebut tidak hanya bergantung pada penguasaan elemen kosakata, tetapi juga melibatkan penguasaan elemen bahasa lainnya.
4. Pendekatan Pragmatis
Pendekatan pragmatis pada awalnya digunakan dalam hubungannya dengan teori keterampilan pemahaman berdasarkan keterampilan ekspektasi tata bahasa pragmatis atau keterampilan pragmatis. Kemampuan tersebut merupakan kemampuan memahami suatu teks atau wacana, tidak hanya dalam konteks kebahasaan, tetapi juga melalui penggunaan kemampuan memahami unsur kebahasaan asing. Pemahaman suatu wacana tidak hanya didasarkan pada keterampilan linguistik dalam pengertian bentuk dan susunan kalimat, frasa, kata-kata dan unsur kebahasaan lainnya yang secara jelas termasuk dalam penggunaan bahasa. Pemahaman yang lebih dalam bersumber dari konteks non-linguistik (konteks ekstralinguistik), yaitu aspek pemahaman bahasa yang melampaui apa yang diungkapkan secara langsung dalam bahasa, dan mencakup segala sesuatu yang berupa peristiwa, pikiran, hubungan, perasaan, persepsi, ingatan. dan banyak lagi.
Penerapan pengujian pragmatis yang paling umum dalam pengujian bahasa terkait dengan tes cloze dan dikte. Pada tahap ini, karakteristik tes cloze tertentu dapat digunakan sebagai sarana untuk mendeskripsikan karakteristik tes praktik yang dijelaskan di atas. Kebanyakan tes cloze berisi sekitar 400-500 kata teks bacaan. Kemudian beberapa kata dihapus. Berdasarkan sisa teks, kemampuan mencari dan menulis kata yang sama dihapus, yang diartikan sebagai cerminan dari kemampuan memahami keseluruhan teks berdasarkan kemampuan praktis (termasuk kemampuan memahami membaca, aransemen bacaan, tata bahasa, dan kosakata), (kemampuan bahasa), dan membaca seluk beluk bidang yang dibahas dalam teks (kemampuan bahasa eksternal).
5. Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif dapat dipahami sebagai pengembangan dari pendekatan pragmatis, dengan jangkauan yang lebih luas, lebih beragam, dan lebih kompleks. Metode komunikasi bahasa juga terkait dengan konteks ekstra linguistik dalam metode pragmatik, tetapi memiliki cakupan yang lebih lengkap dan lebih luas, karena diawali dengan komunikasi sebagai fungsi utama penggunaan bahasa. Dengan menelaah penggunaan dan pemahaman bahasa dari fungsi utama bahasa (yaitu mengandalkan penggunaan keterampilan komunikasi untuk berkomunikasi), metode komunikasi dapat menjangkau jangkauan yang lebih luas.
Penerapan keterampilan komunikatif dalam pengujian bahasa komunikatif didasarkan pada rincian rumus yang banyak digunakan yang memahami kompetensi komunikatif yang terdiri dari kompetensi bahasa, kompetensi wacana, dan kompetensi strategis. Secara umum tes bahasa komunikatif adalah tes yang mengutamakan penggunaan kompetensi komunikatif, sedangkan tes kompetensi komunikatif tidak mengutamakan pada pengetahuan gramatikal.
D. Daftar Referensi
- Andriani, R. S. (2014). Tes Kebahasan. Educate, 3(2).
- Arikunto, S. (2021). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 3. Bumi Aksara.
- Nurwati, A. (2014). Penilaian Ranah Psikomotorik Siswa dalam Pelajaran Bahasa. Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, 9 (2).