Analisis wacana kritis adalah pendekatan konstruktivis sosial yang
berpandangan bahwa representasi dunia adalah wacana secara linguistik,
makna bersifat historis, dan pengetahuan diciptakan melalui interaksi
sosial.
A. Sejarah Analisis Wacana Kritis
Kata wacana sering muncul dalam pernyataan lisan dan tulisan. Biasanya, kata itu muncul ketika seseorang membuat pernyataan lisan atau tertulis tentang topik tertentu. Topik yang dibahas tidak hanya berkaitan dengan bidang tertentu, tetapi hampir banyak bidang, seperti politik, masyarakat, budaya, seni, dll. Dalam analisis wacana dikenal adanya tiga sudut pandang mengenai bahasa. Pandangan pertama, bahasa dilihat sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya. Jadi analisis wacana digunakan untuk menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa, dan pengertian bersama.
Wacana dapat diukur dengan dua pertimbangan, yaitu kebenaran/ketidakbenaran menurut sintaksis dan semantik (Eriyanto, 2006) Pandangan kedua, subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya. Jadi analisis wacana dimaksudkan sebagai suatu analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna tertentu (Eriyanto, 2006: 5). Pandangan ketiga, bahasa dipahami sebagai representasi yang berperan dalam membentuk subjek tertentu,tema-tema wacana tertentu, maupun strategi-strategi di dalamnya. Jadi analisis wacana dipakai untuk membongkar kuasa yang ada dalam setiap proses bahasa. Analisis wacana ini dikenal dengan nama analisis wacana kritis karena menggunakan perspektif kritis (Eriyanto, 2006: 6)
Analisis wacana kritis merupakan media ekspresi kekuasaan, dominasi dan ketidaksetaraan yang dipraktikkan, direproduksi atau ditentang oleh teks tertulis dan dialog dalam konteks sosial dan politik. Analisis wacana kritis adalah pendekatan konstruktivis sosial yang berpandangan bahwa representasi dunia adalah wacana secara linguistik, makna bersifat historis, dan pengetahuan diciptakan melalui interaksi sosial.
Analisis wacana kritis diawali dengan munculnya konsep analisis bahasa kritis (critical language awareness) dalam pendidikan Barat. Analisis wacana kritis merupakan kelanjutan dari, atau bahkan bagian dari analisis wacana. Analisis wacana (discourse analysis) sangat luas dalam hal ruang lingkup, metodologi, dan signifikansi. Analisis wacana kritis memiliki karakteristik yang berbeda dengan analisis wacana “non-kritis”, yang cenderung hanya menggambarkan struktur wacana.
B. Prinsip Analisis Wacana Kritis
Pada bagian kedua, secara singkat memperkenalkan analisis wacana kritis. Pada bagian ini, dijelaskan analisis wacana kritis dan fungsinya serta beberapa pendahulunya. Mengutip uraian dalam buku analisis wacana (Eriyanto: 2006), berikut ciri-ciri analisis wacana kritis, yaitu:
- Analisis tindakan. Wacana dipahami sebagai tindakan. Wacana juga dipahami sebagai bentuk interaksi. Jadi wacana adalah sesuatu yang memiliki tujuan, seperti apakah untuk memengaruhi, memperdebatkan, membujuk, menyanggah, dsb. Wacana juga merupakan sesuatu yang secara sadar diungkapkan dan dikendalikan.
- Analisis konteks. Merujuk pada sudut pandang Guy Cook, konteks komunikasi juga dikaji dalam analisis wacana, seperti siapa berkomunikasi dengan siapa dan mengapa; dalam jenis audiens dan situasi apa; melalui media apa; jenis komunikasi apa yang berkembang; dan hubungan masing-masing pihak. Mengenai konteks, Fillmore mengungkapkan pentingnya konteks dalam menentukan makna wacana, dan ketika konteks berubah, makna juga berubah. Sedangkan Syafi’ie (dalam Lubis, 1993: 58) membedakan empat jenis konteks dalam penggunaan bahasa, yaitu (1) konteks fisik, meliputi tempat di mana bahasa digunakan dalam komunikasi dan objek-objek yang dihadirkan dalam peristiwa komunikasi, dan tindakan atau perilaku; (2) konteks epistemis atau latar belakang pengetahuan yang diketahui baik oleh pembicara maupun pendengar; (3) konteks linguistik, yang terdiri dari kalimat atau ujaran yang mendahului kalimat atau ujaran tertentu dalam suatu peristiwa komunikatif; dan (4) konteks sosial, yaitu hubungan sosial dan setting lingkungan yang melengkapi hubungan antara pembicara dan pendengar.Analisis konteks historis. Untuk dapat memahami wacana tekstual, hal ini dapat dilakukan dengan memberikan konteks historis di mana teks itu diciptakan. Oleh karena itu, ketika menganalisis, perlu dipahami mengapa wacana yang berkembang atau berkembang seperti itu, mengapa bahasa yang digunakan seperti itu, dll.
- Analisis kekuasaan. Semua wacana dalam teks, dialog atau lainnya dipandang sebagai bentuk perebutan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dan masyarakat. Hubungan antara kekuasaan dan wacana dapat dilihat dalam apa yang disebut kontrol. Kontrol dalam wacana dapat berupa kontrol atas konteks atau kontrol atas struktur wacana. Misalnya, kontrol atas konteks dapat dilihat dari siapa yang boleh atau harus berbicara, sedangkan posisi lain adalah pendengar atau mereka yang mengatakan.
- Analisis ideologi. Wacana digunakan oleh kelompok dominan sebagai alat untuk membujuk dan mengomunikasikan kekuatan yang dimilikinya agar tampak sah dan nyata di mata khalayak. Kata-kata, dialog, dll. adalah semua bentuk praktik ideologis.
C. Model-Model Analisis Wacana Kritis
Dalam analisis wacana kritis terdapat beberapa pendekatan antara lain: (1) analisis bahasa kritis, (2) analisis wacana pendekatan Prancis, (3) pendekatan kognisi sosial, (4) pendekatan perubahan sosial, dan (5) pendekatan wacana sejarah.
1. Analisis Bahasa Kritis
Analisis bahasa kritis dikembangkan pada tahun 1970-an oleh sekelompok pengajar di Universitas East Anglia. Pendekatan ini memfokuskan analisis wacana pada bahasa dan hubungannya dengan ideologi. Dengan demikian, ideologi diamati dari segi bahasa yang digunakan dan pilihan struktur gramatikal. Seseorang menggunakan bahasa untuk menyampaikan ideologi tertentu melalui pilihan kata atau struktur gramatikalnya. Model analisis yang dikembangkan oleh Fowler dkk ini dikenal dengan pendekatan bahasa kritis. Gagasan utama model analitik ini dikembangkan berdasarkan interpretasi Halliday tentang struktur dan fungsi bahasa. Dari ide ini, Fowler dkk mempelajari tata bahasa dan praktik penggunaannya untuk mengetahui praktik ideologis. Unsur-unsur kebahasaan yang dipelajari oleh Fowler dkk adalah kosakata dan tata bahasa.
2. Analisis Wacana Pendekatan Prancis
Analisis wacana pendekatan Prancis juga dikenal sebagai pendekatan Pecheux. Pendekatan ini dipengaruhi oleh teori pemikiran Althusser dan teori wacana Foucault. Pecheux melihat bahasa dan ideologi bertemu dalam penggunaan bahasa, dan reifikasi bahasa dalam ideologi. Pecheux berfokus pada efek ideologis dari wacana, memosisikan orang sebagai subjek dalam situasi sosial tertentu. Dengan demikian, bahasa dipandang sebagai medan pertempuran di mana berbagai kelompok dan kelas sosial mencoba untuk menanamkan keyakinan dan pemahaman mereka.
3. Analisis Wacana Pendekatan Kognisi Sosial
Analisis wacana pendekatan kognisi sosial adalah metode yang dikembangkan di Universitas Amsterdam di Belanda yang dipimpin oleh Teun A. Van Dijk. Van Dijk dan kawan-kawan mengangkat isu ras, rasisme, dan pengungsi ketika menganalisis berita dari surat kabar Eropa pada 1980-an. Oleh karena itu, Van Dijk menemukan bahwa faktor kognitif merupakan faktor penting dalam produksi wacana. Produksi wacana juga melibatkan proses kognisi sosial. Model analisis Van Dijk juga dikenal sebagai kognisi sosial. Van Dijk berpendapat bahwa ketika menganalisis wacana, tidak hanya perlu menganalisis teks, tetapi juga mengamati bagaimana teks itu diproduksi dan mengapa teks itu diproduksi. Van Dijk telah melakukan banyak penelitian, terutama terkait berita yang mengandung rasisme dan diekspresikan melalui teks.
Diagram di atas menunjukkan bagaimana Van Dijk menggambarkan wacana dengan tiga dimensi: tekstual, kognisi sosial, dan konteks. Dalam dimensi teks, kajiannya adalah bagaimana menggunakan struktur dan strategi wacana teks untuk menekankan sebuah tema. Pada dimensi kognisi sosial, yang diamati adalah proses produksi teks yang melibatkan kognisi individu pengarang. Sedangkan dimensi kontekstual yang dikaji adalah wacana tentang suatu persoalan di masyarakat.
Van Dijk mengungkapkan bahwa wacana terdiri dari beberapa unsur, yaitu: (1) tematik, (2) skematik, (3) semantik, (4) sintaksis, (5) stilistik, dan (6) retoris. Pendekatan perubahan sosial digunakan untuk menganalisis wacana, dengan fokus pada hubungan antara wacana dan perubahan sosial. Pendekatan ini menampilkan Fairclough yang dipengaruhi oleh pemikiran Foucault dan intertekstualitas Julia Kristeva dan Baksin. Dalam pendekatan ini, wacana dipandang sebagai praktik sosial, yaitu adanya hubungan antara praktik wacana dengan identitas dan relasi sosial. Oleh karena itu, model analitik Norman Fairclough disebut juga sebagai model perubahan sosial. Metode wacana sejarah dikembangkan oleh sekelompok guru Wina yang dipimpin oleh Ruth Wodak. Pendekatan ini dipengaruhi oleh ide-ide Jurgen Habermas. Wodak dan rekan-rekannya berpendapat bahwa ketika menganalisis wacana, seseorang juga harus memasukkan konteks historis bagaimana wacana suatu kelompok dideskripsikan.
D. Daftar Referensi
- Eriyanto. (2006). Analisis Wacana Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: Lkis.
- Fatimah, D. (1994). Wacana: Pemahaman dan Hubungan Antarunsur. Bandung: Eresko.
- Fairclough, N. (2003). Analysis Discourse: Textual Analysis for Social Research. New York: Psychology Press.
- Gagne, R.M. dan L.J. Briggs. (1979). Principles of Instructional Design. Rinchart Holt.
- Lubis, A. Hamid. (1993). Analisis Wacana Pragmatik. Medan: FPBS IKIP Medan.
- Romli, Asep Syamsul M. (2014). Jurnalistik Online. Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia.