Tes sastra dimaksudkan sebagai tes atau tugas yang bertujuan untuk mengungkapkan kemampuan apresiasi sastra siswa, atau tugas tersebut dapat bersifat apresiatif, dan sebaliknya.
A. Konsep Dasar Tes Kesusastraan
Evaluasi hasil belajar sastra tidak lepas dari program pembelajaran sastra secara keseluruhan, terutama yang berkaitan dengan bahan ajar dan teknik. Hal ini mudah dipahami karena evaluasi merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran yang dirancang untuk mengukur seberapa baik siswa telah menguasai materi atau pengalaman belajar yang diajarkan sesuai dengan tujuan (kompetensi kurikulum). Pembelajaran yang baik membutuhkan kombinasi bahan ajar dan teknik dengan bahan dan teknik penilaian, karena kesamaan mencakup masalah relevansi dan validitas (Ebel, dalam Nurgiyantoro, 2001). Jika bahan dan teknik bahasa dan sastra tidak sesuai dalam arti tidak mendukung tujuan, evaluasi akan membuat latihan menjadi lebih spesifik. Jika lebih ditekankan pada pembelajaran bahasa dan sastra.
Secara umum, tujuan pengajaran sastra adalah untuk menekankan kemampuan siswa dalam mengapresiasi karya sastra secara penuh. Penting untuk memperjelas tujuan pengajaran (literatur), karena itu akan memberikan panduan untuk memilih bahan yang sesuai. Pemilihan bahan ajar dan bahan yang akan diujikan harus mendukung terwujudnya tujuan: membimbing dan meningkatkan keterampilan apresiasi sastra siswa. Secara garis besar, bahan ajar sastra dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu (1) apresiasi materi secara tidak langsung, dan (2) apresiasi materi secara langsung. Namun, perbedaan ini tidak tepat karena keduanya mungkin tumpang tindih. Fungsi utama bahan ajar apresiasi sastra secara tidak langsung adalah untuk menunjang keberhasilan pembelajaran apresiasi sastra secara langsung. Apresiasi materi secara tidak langsung menunjukkan bahan ajar teori dan sejarah atau pengetahuan mengenai sastra.
Tes ini meliputi dua aspek, yaitu tes kemampuan dan tes unjuk kerja. Tes pengetahuan sastra dibagi menjadi tes pengetahuan sastra dan tes kemampuan apresiasi sastra. Pentingnya pengetahuan sastra adalah alat, sehingga tes pengetahuan sastra tidak boleh digunakan sebagai alat. Tes sastra harus mengutamakan kemampuan siswa dalam mengapresiasi karya sastra, dan terkait langsung dengan karya sastra. Tes apresiasi akan mendukung terwujudnya tujuan pengajaran dalam apresiasi sastra.
B. Kriteria Tes Kesusastraan
Tes sastra atau tugas tertulis dimaksudkan sebagai tes atau tugas yang bertujuan untuk mengungkapkan kemampuan apresiasi sastra siswa, atau tugas tersebut dapat bersifat apresiatif, dan sebaliknya. Namun, kedua makna tersebut tidak didasarkan pada tingkat apresiasi. Ini berarti bahwa beberapa tugas atau tes sangat dihargai, sedang, dan rendah. Lantas apa yang menjadi standar ujian “membaca langsung karya sastra” atau tugas sastra, agar siswa benar-benar bersentuhan dengan karya sastra tertentu, baik puisi, cerpen, novel maupun drama? Tes sastra apresiasi merupakan tes yang berangkat langsung dari sebuah karya sastra, untuk itu mahasiswa harus membaca karya tersebut dengan saksama. Oleh karena itu, pertanyaan atau penugasan tersebut secara langsung mengadopsi bentuk “pengolahan” karya tertentu, termasuk pengenalan, identifikasi, pemahaman, analisis, pemberian pertimbangan, evaluasi, dan bentuk lainnya. Tes atau tugas semacam itu adalah tes atau tugas yang sangat dihargai.
Pertanyaan berikutnya adalah apakah perlu dan penting memberi siswa tes sastra tingkat rendah? Jawaban yang benar itu perlu, tetapi tidak mutlak perlu, penting tetapi tidak begitu penting. Hal-hal tersebut penting karena berperan dalam membantu meningkatkan apresiasi karya sastra. Kita bisa semakin menghargai dan memahami karya sastra (telah dibaca). Artinya mahasiswa memiliki kemampuan yang lebih baik dalam membaca, memahami dan mengapresiasi karya sastra, tidak hanya sekadar pemahaman mahasiswa tentang teori dan kesejahteraan kerja.
C. Tingkatan Tes Kesusastraan
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, tes ini meliputi dua aspek, yaitu tes kemampuan dan tes unjuk kerja. Tes pengetahuan sastra dibagi menjadi tes pengetahuan sastra dan tes kemampuan apresiasi sastra. Pentingnya pengetahuan sastra adalah alat, sehingga tes pengetahuan sastra tidak boleh digunakan sebagai alat. Tes tingkat kesusastraan yang dimaksud di sini mengacu pada tes level tes kognitif yang terdiri dari enam level, yaitu level memori atau ingatan (C1) hingga level evaluasi (C6). Pertama-tama, menulis karya sastra lebih mudah (biasanya hanya mencakup teori dan sejarah), itulah sebabnya sebagian besar tes sastra di sekolah mencakup tingkat kognitif yang relatif sederhana. Tes sastra yang lebih tinggi sebenarnya mencerminkan bahwa siswa memiliki kemampuan apresiasi yang lebih tinggi. Oleh karena itu, kurang mendapat perhatian. Berikut ini akan dicoba untuk membedakan dan mencontohkan klasifikasi tes kesusastraan menjadi enam tingkatan kognitif. Namun, juga harus dinyatakan sebelumnya bahwa tingkat ketidaksesuaian belum terselesaikan dengan baik. Perbedaan utama yang ditekankan adalah perbedaan kompleksitas tugas kognitif yang diperlukan untuk tingkat kognitif yang lebih tinggi.
1. Tes Kesastraan Tingkat Memori
Tes kesastraan pada tingkat memori hanya menuntut siswa untuk dapat mengungkapkan kemampuan ingatannya terkait dengan fakta, konsep, pemahaman, definisi, deskripsi atau nama benda. Contoh tes tingkat memori ini adalah sebagai berikut.
- Apa yang dimaksud dengan alur!
- Sebutkan pembagian generasi sastra Indonesia modern!
- Siapakah pelopor penciptaan puisi generasi ke-45?
- Sebutkan tiga novel karya Mochtar Lubis!
2. Tes Kesastraan Tingkat Pemahaman
Tes kesastraan pada tingkat pemahaman menuntut siswa untuk dapat memahami, membedakan, dan menjelaskan hubungan antara fakta, konsep, dan lain-lain, tidak hanya sekadar mengingat. Kemampuan pemahaman meliputi kemampuan menangkap isi prosa atau puisi yang dibacanya, meringkas atau membuat sinopsis novel atau cerpen, dan menarik kesimpulan bahwa cerita novel secara teoretis membedakan prosa dari puisi, berima dengan puisi. dan satu sama lain generasi, menurut legenda, dll. Misalnya, contoh proyek adalah sebagai berikut.
- Buatlah rangkuman cerita pendek (rangkuman) untuk Cerpen Gajus Siagian!
- Tema apa yang ingin dikemukakan Chairil Anwar dalam puisinya yang berjudul Diponegoro?
- Jelaskan persamaan dan perbedaan antara sajak dan soneta!
- Jelaskan karakteristik perbedaan kelas Pujangga Baru dan Angkatan ’45!
3. Tes Kesastraan Tingkat Penerapan
Tes kesastraan pada tingkat penerapan menuntut siswa untuk dapat menerapkan pengetahuan teoretisnya pada kegiatan praktis tertentu. Artinya, siswa sangat perlu memperlakukan karya sastra sesuai dengan kondisi sebenarnya. Kemampuan dalam menerapkan mencakup kemampuan untuk mengubah, memodifikasi, mendemonstrasikan, mengoperasikan, dan menerapkan sesuatu atau kemampuan.
Misalnya, mengubah bentuk naratif cerita (cerpen, novel) menjadi dialog (drama), mengubah gaya “saya” menjadi gaya “dia”, dan sebaliknya, melafalkan puisi atau parafrasa dengan kata-kata Anda sendiri, dan menunjukkan hubungan dalam puisi. Jeda (baca) dalam slogan untuk menunjukkan hal-hal atau lingkungan tertentu dalam karya, misalnya berbagai gaya bahasa, pengaturan, proses, dll. Berikut adalah contoh masalah tingkat aplikasi. Contohnya adalah tugas yang diberikan kepada siswa. Siswa diminta untuk membaca sebuah prosa. Kemudian, mengubah prosa tersebut menjadi bentuk dialog, dan beberapa pertanyaan menarik lainnya.
4. Tes Kesastraan Tingkat Analisis
Pada tes kesusastraan tingkat analitik, selain mengharuskan siswa untuk benar-benar membaca karya sastra tertentu, juga diharapkan siswa dapat menganalisanya. Kegiatan membaca karya sastra tidak hanya untuk memahami isi cerita (jika berbentuk novel), tetapi juga memiliki sikap kritis terhadap isi novel pendukung dan keseluruhan karya sastra. Adanya sikap kritis dan analisis rinci lebih lanjut berupaya membedakannya dari uji tingkat penerapan di atas. Namun, perlu ditekankan bahwa analisis karya sastra bertujuan untuk memberikan pemahaman yang baik tentang karya yang dimaksud.
Tugas keterampilan analitis antara lain mengidentifikasi dan menganalisis unsur internal dan eksternal karya sastra, menganalisis unsur bentuk dan isi; membedakan, memilih, menyeleksi, dan lebih menyempurnakan unsur-unsur karya sastra, misalnya cocok untuk dianggap sebagai konflik utama dengan klimaks konflik lainnya, subjek dengan sub-tema (utama), baris utama dengan baris tambahan, keunggulan teknis lukisan karakter dan teknik lain yang digunakan, dll. Tentu saja, semua analisis ini perlu disertai dengan bukti spesifik yang terkandung (atau bahkan dikutip) dalam karya yang relevan. Berikut ini adalah contoh item tingkat analisis.
- Bagaimanakah cara pengarang melukiskan perwatakan para tokoh dalam novel Belenggu?
- Bagaimanakah karakter tokoh-tokoh utama novel Belenggu?
- Jelaskan cara pengarang mengembangkan alur novel Belenggu!
- Jelaskan apa tema dan sub-tema, alur pokok, dan alur tambahan novel Maut dan Cinta!
5. Tes Kesastraan Tingkat Sintetis
Tes kesastraan pada tataran sintetis atau komprehensif, sebagai kelanjutan pemikiran analitis, menuntut siswa untuk mampu mengelompokkan, menghubungkan dan menggabungkan, menjelaskan dan memprediksi hal-hal yang berkaitan dengan unsur-unsur karya sastra. Tugas dari kemampuan komprehensif ini meliputi kemampuan untuk mengklasifikasikan fitur atau situasi serupa, seperti puisi, cerpen, atau novel dengan elemen umum tertentu (seperti gaya, tema, plot, dan setting), menunjukkan dan menjelaskan satu karya atau beberapa karya. hubungan antara beberapa hal dalam pekerjaan. Berikut ini adalah contoh soal tes yang digunakan untuk mengukur kapabilitas komprehensif.
- Jelaskan bahwa antara tokoh Hasan dalam Novel “Atheis” dan Hanafi dalam Novel “Salah Asuhan” mempunyai persamaan!
- Secara struktural Novel “Atheis” sama sekali tidak baru, melainkan hanya mengikuti struktur Novel “Di Bawah Lindungan Kakbah”. Jelaskan pernyataan tersebut!
- Jelaskan benarkah kaitan antara karakteristik latar, penokohan, dan tema dalam Novel “Harimau! Harimau! Harimau!” bersifat padu dan wajar!
6. Tes Kesastraan Tingkat Penilaian
Tes sastra pada tingkat evaluasi menuntut siswa untuk mampu mengevaluasi berbagai soal sastra, termasuk karya sastra dengan berbagai unsur dan keseluruhan kehidupan sastra. Analisis karya sastra biasanya mengevaluasinya. Di antaranya, data dan bukti yang diperoleh melalui kerja analitik menjadi dasar penelitian. Pertanyaan ini bisa dibenarkan atau tidak dievaluasi dalam literatur, apalagi dari sudut pandang fundamental, kekuatan dalil itu sendiri harus didukung oleh bukti yang kuat.
Kemampuan berpikir pada tataran evaluasi meliputi kemampuan menilai hal-hal tertentu, seperti ketepatan pemilihan kata dan makna keseluruhan rima, ketepatan alur, ciri, tatanan, corak, tema, dan unsur lain yang membentuk sebuah kesatuan dalam novel. Berikut ini adalah contoh item tes yang digunakan untuk mengevaluasi kemampuan evaluasi.
- Jelaskan mengapa penokohan dalam novel Layar Terkembag sering dianggap lemah!
- Tokoh Yah dalam Novel “Belenggu” bukan merupakan tokoh konkret, melainkan hanya tokoh khayalan Tono. Setujukah Saudara dengan pendapat itu? Beri penjelasan seperlunya!
- Jelaskan unsur-unsur kebaruan yang terdapat dalam Novel Telegram!
D. Model Soal dalam Tes Kesusastraan
Secara umum, masalah sastra dapat berupa pengetahuan tentang sastra dan kemampuan mengapresiasi karya sastra. Soal yang membutuhkan data teoretis dan historis digolongkan sebagai soal pengetahuan sastra, sedangkan soal yang menguji kemampuan mengapresiasi karya sastra tertentu digolongkan sebagai soal kemampuan sastra. Menurut Damaianti (2007: 11), ujian sastra harus mengutamakan kemampuan apresiasi sastra, antara lain sebagai berikut:
- Soal sastra pada tingkat informasi. Soal formulir ini dirancang untuk mengungkap kemampuan siswa terkait data karya sastra, yang kemudian digunakan untuk menginterpretasikan karya sastra.
- Soal sastra pada tingkat konseptual. Pertanyaan bentuk ini melibatkan persepsi tentang bagaimana data atau elemen dalam karya sastra bekerja. Mahasiswa harus mampu mengungkap data yang ada tentang karya sastra.
- Soal sastra pada tingkat sudut pandang. Soal bentuk ini berkaitan dengan bagaimana siswa memandang karya sastra sebagai pembaca. Dengan memberikan pandangan dan tanggapan terhadap karya sastra, siswa dituntut untuk memahami karya sastra yang terlibat.
- Soal sastra pada tingkat apresiasi sastra. Soal bentuk ini terkait dengan upaya untuk mencoba mengenali dan memahami bahasa sastra melalui ciri-cirinya, kemudian membandingkannya dengan keefektifan bahasa lisan.
E. Daftar Referensi
- Arikunto, S. (2021). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi 3. Bumi Aksara.
- Soekito, W. (1984). Kesusastraan dan Kekuasaan. Yayasan Arus.